Tuesday 28 June 2011

Sejarah Tuanku Tambusai

Sejarah Tuanku Tambusai
(De Padriesche Tijger van Rokan)
Pada Masa Pemerintahan Raja ke XIV yaitu Sri Sultan Ibrahim gelar Duli Yang Dipertuan Besar
Dimana beliau mengangkat seorang Wali Syarak yaitu Imam Maulana Kali dari Kerajaan Rambah
Lahirlah Tuanku Tambusai, dimasa kecil Tuanku Tambusai sudah diajar agama bahkan telah berpidato didepan raja.
Umur 7 tahun telah diajarkan baca alquran, serta ilmu fiqih.
Sejak terdengar dan populernya Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piobang, yang baru pulang dari Mekah belajar agama, maka Tuanku nan Renceh di negeri Sumatera Barat maka Tuanku Tambusai dikirim belajar kesana
Pada mulanya Muhammad Saleh berguru di Bonjol, disini dikenal tempat pergerakan ulama-ulama yang pulang dari mekah disebut dengan "Gerakan Paderi"
Karena disini selalu terjadi persengketaan dengan adat Minangkabau maka oleh gurunya Muhammad Saleh ditempatkan di Kubung-12 (Rao)
Di Rao inilah Muhammad Saleh atau Tuanku Tambusai memperdalam ilmunya, ternyata Muhammad Saleh seorang pemuda yang cerdas. Karena ia dapat menguasai ilmu fiqih ia digelar dengan "Pakih Muhammad Saleh" disingkat Pakih Saleh@Fakeh Saleh.
Ulama Paderi merasa Muhammad Saleh dapat menyiarkan Islam maka ia diutus untuk itu ke Daerah Toba dan Sekitarnya di mana disini banyak menganut agama Pelbegu, salah satu kepercayaan animisme di Tanah Batak.
Disini ia bersaing dengan misi katolik dan zending Protestan yang mengembangkan agama Kristen.
Setelah berusaha tiba masanya kembali ke Rao dan bersama dengan Pokki Na Ngolngolan.
Pada masa itu Pokih Saleh Banyak berkenalan dengan pembesar dan banyak belajar termasuk dengan seorang Belanda bernama Huender sengaja ditugas Belanda untuk menyelidiki pengaruh Agama Islam di Minangkabau


Dalu-dalu Memanggil
Saat Duli Yang Dipertuan Besar masih memegang tampuk Pemerintahan Kerajaan Tambusai di Dalu-dalu (1819), baginda mulai tua, dimasa itulah Pokih Saleh dipanggil untuk menyelesaikan perkara Agama dan pendidikan agama di Dalu-dalu.

Kemudian Pakih Saleh mendengar perseteruan Belanda dengan Kaum Paderi Meruncing, dan Imam Maulana Kali ayahnyapun telah meninggal, maka ia menyerahkan pimpinan surau kepada murid kepercayaannya, lalu ia berangkat ke Rao

Di sana Pakih melihat masyarakat hidup sengsara dan dijadikan pekerja rodi, Seorang Belanda mandor rodi memandang Pakih Saleh dengan marah, lalu memberi isyarat agar pakih pergi menghindar dari sana.
Sebelum meninggalkan tempat itu pakih Saleh sempat berkata kepada para pekerja, dan perkatan itu telah menimbulkan pengaruh yang tidak terduga dalam bahasa Belanda
"Gaat voort...tot er eenmaal een eide zal komen; eenmaal, wie weet wanneer, zal opolik semen de stille kracht"
(Teruslah... hingga sekali waktu sampai batasnya, sekali waktu, siapa tahu entah bila, pasti meledak kekuatan rahasia")
Setelah itu ia pergi ke Gerakan Paderi, dan para ulama Paderi memberi izin untuk berangkat ke Mekah, ke Tanah Suci menunaikan Haji, didalam kapal beliau banyak berkenalan dengan orang-orang hebat dimana seorang Seorang Letnan Inggris yang datang dari Malaysia sedang dalam perjalanan pulang bertemu dengan pakih Saleh di kapal (namanya tidak dituls dalam catatan abdul Qohar)
Pakih Saleh banya belajar strategi perang dengan beliau, modal inilah yang membuatnya selalu berjaya menghadapi Belanda, sehingga Perperangan dengan Paderi ditambah dua tahun lagi, setelah Imam Bonjol jatuh dan Tuanku Imam Bonjol ditawan. Peluang inilah membuat ia bertahan lebih lama menjadi kekuatan Paderi terakhir. Hal inilah
yang membuat Belanda secara emosional memberi nama baru "De Padriesche Tijger van Rokan"

Beliau kembali dari Mekah dan menetap di Padang lawas (1820)


Tuanku Tambusai Tampil di Benteng Rao
Ketika pertikaian antara Paderi dengan kaum adat dan raja-raja, Pakih Saleh tidak ikut campur, itulah sebabnya beliau menyingkir ke Padang Lawas (Mandhiling/Tapanuli Selatan)
Tiga tahun lamanya Sumatera Barat dan Tapanuli Selatan terlibat Perang (1825) Perjanjian damai yang diadakan seperti Perjanjian Masang 22 Januari 1824 tidak pernah bertahan lama, kedua belah pihak saling melanggar.
Pada tanggal 20 Juli 1825 perang Diponegoro Pecah, Hindia Belanda terpaksa mengerahkan pasukan ke Jawa.

Belanda merubah siasat dengan menjalin hubungan bersama Sayed Salim Ul Jufrie, orang arab sebagai perantara pada tanggal 15 Nopember 1925 diadakan perjanjian Padang antara Belanda, berjanji tidak akan saling menyerang.
Oleh sebab itu hingga tahun 1830 Dipertuan Rao masih tetap berkuasa.
Oleh sebab itu Yang Dipertuan Rao tidak ada alasan benci dengan Belanda, namun menantunya si Pokki Na Ngolngolan yang kemudian dikenal dengan Tuanku Rao dapat mengetahui taktik Belanda itu.

Tuanku Rao menantikan kedatangan sama belajar di Kubung-12 Rao yaitu Tuanku Tambusai/Pakih Saleh.
Tuanku Tambusai tiba di Rao Februari 1830 yang disambut Tuanku rao.
Tuanku Tambusai didampingi seorang sahabat dan penasehat pribadinya Imam Perang Muhammad Jawi dan seorang ajudan bernama Haji Muhammad Saman, sedangkan para pengiring berkawal di luar pagar, ketika Tuanku Tambusai selesai mengungkapkan niat jahat Belanda,
Yang Dipertua Rao tetap tidak dapat menerima alasan tersebut "Aku tidak punya alasan untuk memusuhi Belanda"

Akhirnya dipujuk Yang Dipertuan Rao agar menyerahkan kekuasaan kepada Tuanku rao dikarenakan usia Yang Dipertuan Rao tidak memungkinkan lagi, Akhirnya tahun 1830 kekuasan itu diserahkan kepada Tuanku Rao.

Mengapa hal ini perlu dilakukan oleh Tuanku Tambusai, dikarenakan Rao adalah benteng Rao dalam strategi Perang, merupakan pintu gerbang ke tiga jurusan, yakni ke Minangkabau (arah Barat), ke Tapanuli (arah Timur), ke Luhak Tambusai/Riau (arah Utara).

Setelah perang Diponegoro berakhir dengan ditawannya Pangeran Diponegoro  pada tanggal 28 Maret 1830, kekuatan di jawa ditarik lagi ke Sumatera untuk menghadapi perang Paderi.

September 1832 Belanda menyerang Benteng Rao, akhirnya 16 hari bertahan benteng Rao dikosongkan oleh pejuang Paderi (oktober 1832) Tuanku Rao beserta pasukannya mengundurkan diri ke Air Bangis.
Kemenangan ini Belanda merubah nama Benteng Rao dengan FORT AMERONGEN" Dipimpin oleh Letnan Engelbrecht, Van Vervoorden, Letnan Logemann dan Popye.

Mulailah Tuanku Tambusai membuat siasat, menyeludupkan perajurit yang berani mati ke Rao sebagai penduduk disana untuk menculik satu persatu tentera Belanda dan dipenggal kepalanya lalu diletakkan ditengah jalan, hal ini membuat  tentera Belanda yang berada di Fort Amerongen ketakutan. takut keluar kampung, dan diperintahkan setiap malam masyarakat memasang lampu di depan rumah.

Belanda memasuki tahun baru 1833 dengan penuh kecemasan. Letnan Engelbrecht mengutus mata-mata ke Tambusai untuk mengetahui pribadi Tuanku Tambusai, mata-mata orang Mandahiling yang besar di Batavia ini menulis semua yang dilihatnya sehingga pada akhir penutupan laporan ditulis kalimat "Een der indrukken, die ik reeds lang, voordat ik in Mandahiling kwam, had is daar zeer versterkt, nl. dat ze is een Padriesche Tijger, een Padriesche Tijger van Rokan.
(Suatu kesan yang telah bersemi dalam diri saya lama sebelum saya datang ke Mandahiling, bertambah keras setelah saya berada disana, yakni bahwa dia adalah seekor harimau padri, seekor Harimau Paderi yang berasal dari Rokan).

Laporan tersebut membuat perajurit Belanda di Benteng Amerongen ketakutan dan lemah semangat, apalagi beberapa serangan di tempat lain seperti :
7 Januari 1833 pasuka Belanda yang dipimpin Letkol Vermeulen Krieger digempur oleh pejuang paderi di Sipisang hingga sebagian besar binasa.
Empat hari kemudian 11 Januari 1833 terjadi permusnahan terhadap pendudukan Belanda di Bonjol.

Dengan keadaan demikian Belanda mulai mencari perhubungan dengan Tuanku Tambusai guna mengadakan perdamaian, Surat yang dikirim Engelvrecht tidak direspon namun dibalas dengan bunyi surat sebagai berikut :
...neen, Amerongen Wat helpen ons gebeden. Het onrecht heeft te lang geduurd. De Inlander van Tambusai en mandahiling, en zijn en de luhahgemente vormen van ouds den kleinen-man, de dienstbaren, die dus nedering te houden is, overigens de belasting betaler bij uitnemendheid. Neen, Amerongen. Tegen wil en dank bevinden zich de silent-Djawian ook in de smeltkroes..."
(...tidak, Amerongen. Tidak perlu mengharapkan belas kasihan. Kezaliman telah berlangsung terlalu lama. Bumi Putera dari Tambusai dan mandahiling, Kepala dan Luhaknya semenjak dahulu merupakan orang hina, si orang patuh, yang oleh sebab itu mahu terus dihina selama-lamanya, pembayar pajak yang paling taat. Tidaklah, Amerongen, Mahu tak mhau orang Jawi yang tenang itu menggelegak dalam kancah pergolakan..."), Sebutan Orang Jawi itu adalah orang Melayu Sumatera termasuk orang Minang dan Mandahiling, karena sebutan Melayu berarti orang Semenanjung Melaka.

Setelah beberapa hari setelah itu suatu malam bercuaca buruk Tuanku Tambusai beserta pasukannya melakukan penyerangan ke dalam Benteng Rao (Fort Amerongen), perkelahian tanpa senjata berlangsung sampai subuh, menjelang siang Tuanku Tambusai dapat menarik pasukannya keluar benteng.
Penyerangan ini mendatangkan rasa kagum orang Belanda.

27 April 1833 Belanda mengirim surat ke padang dengan bunyi "Wij moeten bergrijpen, dat Tuanku Tambusai schekracht is onaangetast, ondordringbaar..."
(Hendaknya kita mengerti, bahwa kekuatan Tuanku Tambusai adalah kekuatan yang tak dapat diserang, tak dapat diterobos...)

Bulan Juni 1883 di Padang tibalah Jenderal Mayor Riesz dengan membawa pasukan yang besar, Sementara Tuanku Tambusai melanjutkan perang dengan memasuki Angkola, demikian pula di mana-mana perlawanan terus berkobar

Ahli Pertahanan

  

Benteng Berjejer sampai ke Dalu-dalu

Usaha Bauer untuk mengadakan perundingan gagal, sementara Belanda mengerahkan pasukan di sebelah timur, hal ini menjadi kesempatan bagi Tuanku Tambusai untuk membuat pertahanan, kerana Tuanku merasa pertempuran akan tetap berlanjut beberapa tahun kedepan.
Abdul Qohar dalam catatan menulis :
"...maka dimuka laskarnya yang banyak itu beliau pun berucap begini bunyinya : Hai Pahlawanku yang gagah-perkasa! Kita pun telah sama tahu, bahwasanya tiadalah Pahlawan yang mati diatas katil, tetapi mati syahid berlumuran darah di medan perang adalah lebih mulia daripada menutup mata diatas tilam yang gembur...Maka laskar itupun bersorak-sorai terlalu amat hiruk pikuk suaranya, sambil menganjung-anjung tombak dan bedilnya ke atas tanda sesuainya.
Maka hamba lihat beliau menabur pandang kepada laskarnya yang banyak parasnya ramun dan berseri-seri...dan seterusnya"

Dengan tekat tersebut Tuanku Tambusai menambah kekuatan dengan mendirikan Benteng berjejer mulai dari mandahiling sampai ke Dalu-dalu
Pertama beliau mendirikan Kubu Talikumain
Kemudian dibangun lagi Benteng Baliang-baliang, disaat penduduk negeri lama mengosongkan kampung, benteng kedua lebih baik dari Talikumain.
Kemudian beliau membangun lagi Kubu Godong yang juga agak lebih baik dari kedua kubu sebelumnya.
Benteng yang terbesar adalah benteng yang dibangun sebelah timur. Area yang dilingkungi oleh Benteng ini sangat luas, cukup untuk mendirikan perkampungan. Tembok-tembok yang mengelilingi tebal dan kuat, terdiri dari tujuh lapis.
Tiap-tiap lapis, dari lapis yang pertama (paling luar) mempunyai pintu gerbang tersendiri dengan tutup yang dibuat dari papan tebal berlapis tiga, yang dipasang secara melintang dan membujur.
Pintu ini diberi berlubang tempat mengintip atau tempat mengeluarkan laras bedil untuk menembak.
Lubang seperti ini disebut dengan istilah "lubang kumbang". Tiap-tiap lapis mempunyai rahasia tersendiri, baik mengenai letak tempat persenjataan, persediaan makanan dan lain-lain, agar misalnya yang paling luar (lapisan pertama) dikuasai musuh, maka rahasia lapis kedua tidak mudah diketahui, karena tidak sama dengan lapis yang pertama.
Tembok benteng ini diperkuat dengan duri-duri (sejenis bambu), yang ditanam sedemikian rapatnya, hingga tak mudah diterobos. Dikelilingi Benteng bahagian paling luar dikelilingi parit yang dalamnya sampai 10 meter, dengan tebing yang curam.
Parit ini dibuat untuk menjaga, agar musuh tidak mudah mendekati tembok benteng untuk memanjat ataui merusakkan aur duri yang padat itu. Di dalam benteng yang luas itu didirikan pula rumah hingga berpuluh-puluh banyaknya. Benteng terbesar dan terkuat ini bernama "Kubu AUR DURI"
Benteng-benteng yang didirikan oleh Tuanku Tambusai dengan tenteranya ini berbentuk agak bundar, sedangkan benteng yang kemudian didirikan belanda untuk menandingi Benteng-benteng Paderi ini oleh Belanda dibuat agak persegi.

Setelah tugas membuat Benteng selesai Tanku Tambusai membawa pasukan kembali ke Padang Lawas melalui Gunung Intan, disepanjang jalan dalu-dalu didirikan kubu-kubu berukuran kecil, sedangkan di Gunung Intan sendiri didirikan sebuah benteng berukuran menengah, hal ini untuk mengahadapi kemungkinan, apabila kelak terpaksa mundur, sehingga daerah pertempuran dapat dipertahankan setapak demi setapak.
Belanda mendapat khabar Tuanku Tambusai bergerak ke Gunung Intan, Pasukan belanda dikirim secara diam-diam untuk menangkap Tuanku Tambusai, barisan depan dicegat oleh belanda bulan Mei 1834, rupanya Belanda berhadapan dengan Panglima Imam Perang Muhammad Jawi yang terkenal itu, mereka bercerai berai digempur oleh pasukan IPM Jawi, Tuanku Tambusai pada barisan tengah mendapat berita, Tuanku Tambusai lalu membagi dua barisan satu ke Kotanopan dan satulagi Singengu, serangan yang dilakukan pada waktu subuh itu mendatangkan kerugian besar kepada pihak Belanda.
Dalam pertempuran itu meriam Belanda banyak jatuh ke tangan Paderi, dan gugurnya seorang Perwira menengah Pihak tuanku Tambusai seorang pemuda dari Tapanuli bernama Maringgit, pemuda ini pandai berbahasa Belanda.
Setelah melakukan serangan balas seperti sebelumnya. Tuanku tambusai dan seluruh pasukannya kembali ke Padang Lawas, Berumun dan Batang Gadis untuk memulai penyerangan besar-besaran terhadap Belanda yang telah mendatangkan malapetaka itu.

diringkas dari buku Perjuangan Tuanku Tambusai Pahlawan Riau, disusun oleh Drs. Umar ahmad Tambusai, Dinas P dan K thn 1990/1991)

Ahli Strategi Perang

Medan Tempur Portibi dan Siminabun

Daerah Berumun, Angkola dan Batang Gadis memang merupakan tempat yang baik untuk mengembangkan pengaruh, menambah prajurit dan jumlah persenjataan, tetapi daerah ini tidak merupakan tempat yang baik bila terjadi pertempuran.
Karena itu, setelah melakukan penyelidikan, Tuanku Tambusai mengambil keputusan akan membawa seluruh pasukannya ke daerah Portibi dan Siminabun.

Maka pada awal tahun 1935, dengan dilepaskan secara adat, Rakyat Mandahiling di Angkola, Berumun dan Batang Gadis terpaksa harus berpisah dengan Ompu Baleo yang dicintainya itu. Tuanku Tambusai berada di barisan paling depan menunggu seekor kuda putih yang melangkah dengan lambat., sementara dibelakangnya, dikiri dan sebelah kananya berjalan perwira-perwira tinggi tentaranya, IPM Jawi, HM Saman dan beberapa Panglima lainnya.
Laskar yang berjumlah lebih kurang 7000 orang itu bergerak secara bergelombang, dilepas oleh penduduk dengan lambaian tangan dan air mata.
Rombongan Tuanku Tambusai masuk ke Sinambun, Tuanku Tambusai menghadap Datu Bange, menganjurkan agar Datu Bange memeluk Islam dan berjuang di pihak Paderi untuk menumpas "kafir" Belanda, namun Datu Bange menolak, Tuanku Tambusai meminta Datu Bange mengundurkan diri dari Sinambun.
Permintaan itu dikabulkan Datu Bange.
Tuanku Tambusai segera mengirim utusan kepada Raja Portibi, yakni Yang Dipertuan Djumadil Alam, meminta agar Yang Dipertuan sudi datang ke Siminabung, permintan itu dikabulkan, dengan ketulusan hati Tuanku Tambusai agar Yang Dipertuan Djumadil Alam sudi memegang pemerintahan di Siminabung, sekaligus diangkat menjadi Panglima Perang untuk mempertahankan kota tersebut dari serangan Belanda.
Dan Yang Dipertuan DJumadil Alam kembali ke Portibi menobatkan Putera Mahkotanya Yang Dipertuan Muda Kali Alam menjadi Raja Portibi, Kini Siminabung dan Portibi bergabung menjadi satu. Kekuasaan Militer tertinggi dipegang oleh Tuanku Tambusai.
Sementara itu pihak Belanda berusaha mencari hubungan dengan Tuanku Tambusai dan perjuang paderi lainnya, guna mengadakan "Perundingan-Lamai" Ketika usaha untuk mengadakan "perdamaian" ini terus menerus gagal, Pemerintah Belanda menggantikan Bouer dengan Cleerens (Mei 1836) Cleerens selalu memperlihatkan sikap yang optimis untuk dapat menaklukan Tuanku Tambusai, tetapi sangkaan Cleerens ternyata gegabah, Cleerens harus menelan kenyataan pahit, ketika pasukan Belanda yang diperintahnmya menyerbu Bonjol mengalami kekalahan besar, dan kembali ke induk pasukan di Padang (4 desember 1836).
Ketika kepadanya diperintahkan agar menyusun pasukan untuk menyerang Tuanku Tambusai di medan perang Siminabung dan Portibi, dengan suara gementar Cleerens berpidato dimuka para opsir tinggi Belanda di markas besarnya yang berkedudukan di Padang,, bahwa melihat kekuasaan Tuanku Tambusai, serta keberanian mereka yang luar biasa, maka Belanda tidak boleh memakai kekerasan untuk menghadapinya, karena itu akan sia-sia belaka. Dengan suara terputus-putus Cleerens berkata : "Geweld is ons door de evaring gebleken een slemt middle te zijn, vrijwel overboding..."
(Menurut pengalaman kami, kekerasan adalah suatu senjata yang buruk, boleh dikatakan tidak perlu...)
Akhirnya Cleerens digantikan dengan Letkol Michiels, walaupun Michiels dianggap lebih tegas dan berani untuk menghadapi Tuanku Tambusai.
Michiels berpendapat bahwa Tuanku Tambusai tentulah seorang yang memiliki keberanian yang luar biasa, karena dia sengaja meninggalkan kampung halamannya Dalu-dalu, dan datang ke Minangkabau dan Mandahiling untuk berperang melawan Belanda.
"Trachten wy ons den teestand te realiseeren" (Marilah kita coba untuk menginsafi kenyataan ini), demikian salah satu kalimat dalam surat Michiels kepada gubernur jenderal.
Karena itu, dalam bulan Januari 1937, Gubernur Jenderal segera mengirimkan Mayjen Cochius untuk melakukan penyelidikan kekuatan Paderi di Minangkabau dan Mandahiling, Chochius berpendapat, bahwa untuk melumpuhkan kekuatan Paderi, terlebih dahulu harus direbut pertahanan Tuanku Tambusai.
Cleerens berpendapat juga bahwa Pertahanan Tuanku Tambusai hanya dapat dihancurkan dengan menumpukan seluruh kekuatan militer Belanda yang ada di Sumatera yang ditujukan khusus terhadap pasukan Tuanku Tambusai.

Pertempuran Besar di Siminabung dan Portibi
Masanya Belanda mengerahkan seluruh pasukannya menghadapi Tuanku Tambusai, Michiels memberangkatkan suatu pasukan yang besar ke arah utara dipimpin Mayor van Beethoven (Nopember 1837), terlebih dahulu singgah di Sipirok, karena di Sipirok ada perbedaan agama dengan kelompok Tuanku Tambusai.
Di Siminabun, bahagian depan memasuki Portibi dikawal kuat oleh pasukan Tuanku Tambusai dipimpin oleh Yang Dipertuan Djumadil Alam bersama-sama dengan Tuanku Tambusai.
Pada suatu pagi bulan Desember 1837 terjadi pertempuran yang sengit, selama seminggu akhirnya YD Djumadil alam gugur, hal ini membuat Belanda terus mengambil kesempatan menyerang, Tuanku Tambusai terpaksa menarik pasukan keluar dari Siminabun, menuju Portibi.
Benteng Siminabun diduduki Belanda.
Menghadapi Benteng Portibi perlu persiapan yang kuat karena Benteng Portibi lebih baik dari Siminabun, maka pasukan Belanda ditambah dari padang, namun tidak dapat dipenuhi.
Sembilan hari pasukan Beethoven melakukan gempuran terhadap benteng Portibi, mayat Belanda bergelimpangan, Tuanku tambusai bersama Kali Alam dapat mengkoordinis pasukan sehingga kuat.
Malam 21 Desember 1837 beberapa orang tentera menyusup membakar persediaan, namun dapat di padamkan dan melumpuhkan beberapa Belanda ditikam.
Pada tanggal 23 Desember 1837 Tuanku Tambusai bersama dengan pasukan caveleri (berkuda) melakukan serangan balas terhadap pertahanan Belanda di luar Portibi yakni dekat Siminabun, terlebih dahulu mengirim pasukan dari bahagian timur, lalu Tuanku Tambusai menyerang bagian selatan, Belanda bercerai berai dan meriam dapat di rampas, kerugian besar di pihak Belanda.
Akhirnya Belanda menarik pasukan ke Siminabun, dan menunggu pasukan yang dimintanya ke Padang mulai bergerak.
Beberapa hari setelah Tahun Baru 1838, Belanda melakukan penyerangan terhadap pertahanan Tuanku Tambusai dipimpin oleh Michiels dan Beethoven.
Terjadi kecelakaan dalam benteng Portibi, musiu terbakar oleh percikan api, banyak perajurit Tuanku Tambusai terbakar,Bethoven dan Michiels yang memahami hal tersebut segera mempergunakan kesempatan, langsung melakukan serangan kedalam benteng Portibi. Akhirnya Pasukan Tuanku Tambusai mundur dari benteng Portibi menuju Sungai Pinang, walaupun kemenangan di Belanda namun General Gubernur di Padang masih menganggap kemenangan itu tidak ada perkembangannya.

Pertempuran Kota Pinang dan Gunung Intan
Pasukan Tambusai yang bergerak menuju Kota Pinang bergerak dalam dua gelombang, Pasukan Pertama pasukan Invantri, sedangkan caveleri berangkat kemudian.
Dikota Pinang, mereka mendapat sambutan yang baik dari Tuanku Kota Pinang, populer dengan panggilan Yang Dipertuan Kota Pinang, malahan menambah pasukan untuk bergabung.
Bulan Februari 1838 dilakukan penyerangan ke Portibi, namun pihak Tambusai banyak jatuh Korban.
Sementara merencanakan siasat perang tengah malam Pasukan Belanda menyerang Kota Pinang, akhirnya pasukan Tuanku Tambusai terpecah dan terpencar.
Maka Tuanku Tambusai merasa sudah tiba saatnya untuk membawa seluruh pasukannya kembali ke Dalu-dalu menempati benteng-benteng yang telah dipersiapkan beberapa tahun sebelumnya (1834)
Dimuka laskar yang telah bergabung Tuanku Tambusai berpidato menjelaskan situasi, bahwa kini seluruh kekuatan Belanda tertuju kepada mereka secara mutlak, karena perang jawa (maksudnya Perang Diponegoro) telah lama berakhir, sedangkan Tuanku Imam Bonjol telah ditawan Belanda, oleh sebab itu saatnya berjuang bermati-matian.
Disaat itu Imam Perang Biru, salah seorang Panglima Perang dari Pasukan Tuanku Tambusai telah berpidato dengan penuh emosi, Abdul Qohar dalam catatannya menyebutkan :
"...maka dengan mata yang nyalang, Tuanku Imam Perang Biru pun berucaplah, demikian katanya; hai laskar sekalian. Adakah tuan-tuan merasa gentar setelah mendengar penjelasan dari beliau (maksudnya Tuanku Tambusai,pen) tadi?
Kalau Tuan-tuan merasa gentar, maka marilah kita sama-sama meletakkan kain kokok (cara mengikat kain seperti perempuan, pen) dan memakai sanggul, karena tidak ada bedanya kita itu dengan perempuan.
Kalau terlalu gentar juga, bersembunyilah kita kedalam gendongan emak kita, dan kembali jadi budak-budak (anak kecil).
Dan kalau terlalu gentarnya kita, maka pergilah ke tepi batang sosah, tambatkan batu yang ada disitu ke leher, lalau terjunkan diri ke dalam air..."....
Untuk memperlambat jalannya perang, Tuanku Tambusai tidak segera membawa pasukannya ke Dalu-dalu. Mereka ditempatkan di benteng-benteng sebelum Dalu-dalu, agar mereka dapat bertahan setepak demi setapak. Dengan demikian, pasukan Tuanku Tambusai menduduki seluruh benteng-benteng yang pernah mereka buat antara Gunung Intan dan Dalu-dalu.
Pertempuran berlasung selangkah demi selangkah dengan menghadapi pasukan Michiels yang memasuki wilayah Luhak Rokan IV Koto melalui Padang Nunang Rumbai dan Tibawan, sedangkan pasukan lainnya menuju benteng Kubu Tali Kumain.

Dalu-dalu Medan Pertempuran Terakhir
Sementara itu Kubu Talikumai (dipinggir Dalu-dalu) mendapat serangan yang dahsyat pula dari Belanda.
Pertahanan di  Benteng tersebut dipimpin oleh Tuanku Tambusai bersama dengan HM Saman, penyerangan dipimpin oleh Michiels, saatnya Michiels berhadapan dengan De Padreische Tijger van Rokan, Pasukan Tambusai terkepung disini. setelah mendapat Bantuan dari pasukan Belanda di belakang maka pasukan tambusai terpaksa menarik pasukan dari medan perang dan masuk menempati kubu baling-baling dan kubu godong.
Belanda menyerang Kubu Baling-baling dan godong dua hari setelahnya, sementara Tuanku Tambusai sudah memasuki Benteng Aur duri agar dapat mengatur segala sesuatunya.
Akhirnya Michiels menyerang Benteng Aur Duri selama satu hari penuh namun tidak dapat menguasai benteng besar ini walau pasukan sudah bertambah dari Gunung Intan, April 1838.
Pada bulan Mei 1939 Michiels kembali membawa pasukannya yang besar ke Dalu-dalu, berbulan-bulan lamanya pertempuran ini berlangsung, akhirnya barulah pasukan Tuanku Tambusai bertahan di Benteng Aur Duri.
Awal Desember 1839 hari pertama belum berhasil apa-apa, dan beberapa hari berikutnya terjadi peperangan habis habisan, dikarenakan bantuan tambahan terus mengalir maka pasukan Tuanku Tambusai lemah dikarenakan sudah banyak yang mati, sakit, dan tua-tua.
Akhirnya Tuanku Tambusai terpaksa mengundurkan diri, keluar melalui pintu rahasia, Belanda tidak dapat melakukan pengejaran.
Sampan terakhir adalah sampan kenaikan Tuanku Tambusai. Setelah Michiels masuk dan memperhatikan benteng tidak ditemukan Tuanku Tambusai, ia marah dan berteriak kita telah melepaskan harimau dari perangkapnya, dari serdadu yang mengaku telah menembak Tuanku Tambusai yang jatuh ke sungai tidak muncul lagi mengatakan Tuanku Tambusai sudah mati.
Berdasarkan hal ini maka laporan ke Padang Michiels menulis antara lain "...zij stirven in Batang Sosah..." (Tuanku Tambusai dan Panglimanya) mati di Batang Sosah...."


diringkas dari buku Perjuangan Tuanku Tambusai Pahlawan Riau, disusun oleh Drs. Umar ahmad Tambusai, Dinas P dan K thn 1990/1991)

Sumber Rujukan:

1)http://www.rokan.org

Monday 27 June 2011

Syeikh Muim al-Wahhab Rokan

Setelah kewafatan Tuan Guru pertama Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, Besilam dipimpin secara turun temurun oleh kalangan keluarga Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, mereka adalah:
1. Syeikh Abd al-Wahhab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi
2. Syeikh Yahya Afandi al-Wahhab
3. Syeikh ‘Abd Manaf Yahya al-Wahhab
4. Syeikh ‘Abd Jabbar al-Wahhab
5. Syeikh Muhammad Daud al-Wahhab
6. Syeikh Faqih Yazid (Tambah) al-Wahhab
7. Syeikh Muim al-Wahhab
8. Syeikh Madayan al-Wahhab
9. Syeikh Faqih Saufi Al-Bakri al-Wahhab
10. Syeikh Anas Mudawwar Muhammad Daud al-Wahhab
11. Syeikh Hasyim Al-Syarwani Muim al-Wahhab(system bani abdul wahab)

Dalam catatan sejarah, empat belas anak laki-laki Syeikh Abd al-Wahhab Rokan tersebut menjadi ulama belaka. Salah seorang antara mereka ialah Syeikh Muim al-Wahhab yang mempunyai pengaruh di Besilam dan Rantau Kwala Simpang. Hampir-hampir tidak terdapat seorangpun yang berasal dari dua tempat ini yang tidak mendengar sebutan nama beliau. Beliau diakui oleh masyarakat Rantau Kwala Simpang sebagai ulama, guru sekaligus pendakwah yang disegani. Dalam satu riwayat disebutkan bahawa beliau seorang yang hampir mirip dengan bapanya, baik dalam bentuk dan personalitinya. Syeikh Muim al-Wahhab merupakan anak Syeikh Abd al-Wahhab Rokan yang menghasilkan banyak karya-karya.

Sungguhpun antara anak dan cucu Syeikh Abd al-Wahhab Rokan terdapat beberapa orang yang masyhur namanya, saya tinggalkan saja kerana sudah cukup diwakili oleh Syeikh Muim yang kemasyhurannya sangat diketahui ramai pada zamannya.Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia bijak mati mengukir nama dalam suratan sejarah. Sejuta murid yang tidak dapat meneruskan perjuangan seorang guru adalah kurang bermanfaat. Cukup seorang murid sahaja, sekiranya ilmu dapat disebarkan dan sambung menyambung daripadanya kepada penerus berikutnya. Dalam sejarah, ramai ulama yang dapat memenuhi kategori dalam kalimat selayang pandang di atas, termasuk Syeikh Muim al-Wahhab, Tuan Guru ke-7 Besilam Babussalam Langkat yang akan diperkenalkan dalam halaman ini.

Tempat dan tarikh lahir Syeikh Muim.

Nama penuh tokoh kajian ini ialah Syeikh Muim ibn Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi ibn Abd Manaf ibn Muhammad Yasin ibn Tuanku Maulana Abdullah Tembusai ibn Pak Edek bergelar Raja Narawangsa ibn Bendahara Gombak seorang pembesar di negeri Tembusai. Adapun laqab atau gelaran beliau adalah Syeikh Muim al-Wahhab. Beliau biasa di panggil dengan Syeikh Muim atau guru Muim atau guru Jempol.Beliau dilahirkan pada hari Isnin 30 Sya’ban 1330H/1910M di kampung Besilam (Babussalam) Langkat pada zaman Kekuasaan Sultan Mahmud ibn Abd al-Aziz ibn Sultan Musa al-Muazzam Syah, Raja negeri Langkat. Syeikh Muim adalah yang mula-mula dilahirkan di Madrasah Kecil tempat kediaman bapanya. Dicatatkan, beliau meninggal dunia pada hari Isnin, 11 Rabi’ul Awal 1401 H di Besilam dan dikebumikan di tempat kelahirannya tersebut.Dari segi salasilah, nasab Syeikh Muim berketurunan ulama dan dari kerabat diraja. Ayah beliau adalah Syeikh Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi al-Naqsyabandi seorang wali kenamaan, pemimpin tarekat Naqsyabandiyah yang lebih terkenal dengan panggilan Tuan Guru Besilam Langkat. Sedangkan moyangnya Maulana Tuanku Abdullah Tembusai adalah seorang ulama besar dan kerabat diraja yang sangat berpengaruh pada zamannya. Sementara ibu beliau, Maryam bte Imam Yaman (Khalifa Anbiya) Tanah Putih daripada isterinya Latibah bte Nakhoda Muda Kampar di antara orang besar negeri Kampar.

Syeikh Muim dilahirkan pada zaman kegemilangan ilmu pengetahuan. Pada masa tersebut ramai ulama-ulama kenamaan yang cukup disegani yang mengajar pelbagai ilmu pengetahuan kepada murid-murid yang datang dari pelbagai pelosok negeri ke Besilam. Dalam perjalanan waktu, Syeikh Muim tumbuh sebagai anak yang sihat, pintar dan memiliki semangat dan kreativiti untuk menuntut ilmu pengetahuan. Sejak kecil Syeikh Muim tekun belajar al-Qur’an dan belajar ilmu pengetahuan serta berbagai-bagai ilmu lain lagi kepada ulama-ulama pada masa itu.Keluarga dan salasilah keturunannya

Setelah ditemui beberapa manuskrip dan cerita orang tua-tua yang dikumpulkan daripada pelbagai kampung di Besilam dan Rantau Kwala Simpang maka dapatlah ditulis salasilah beliau berdasarkan data dan fakta yang lebih meyakinkan dan terpercaya.Menurut riwayat, Syeikh Abd al-Wahhab Rokan memperoleh dua orang anak daripada isterinya Maryam bte Imam Yaman, iaitu Muim dan Maimun (meninggal pada masa kecil). Maryam kemudian lebih dikenali dengan nama Maryam kecil yang berasal dari Tanah Putih Riau.Dalam catatannya, Syeikh Muim menulis bahawa beliau berkahwin dengan Maryam pada pagi hari jumaat hb 14 Rabi’ul Awal 1350H/1930M. Sedangkan majlis perkahwinan dilaksanakan pada hb 31 Rabi’ul Akhir 1350. Maryam adalah anak daripada Ahmad Bungsu Kubu dan Nuriyah Abd al-Rahman Kubu. Perkahwinan Syeikh Muim dan Maryam memperoleh 8 orang anak, iaitu:

1. Muhammad
2. Marfu’atul Asma’
3. Musayyab
4. Hasyim al-Syarwani (Tuan Guru sekarang)
5. Na’imah
6. Mubarak
7. Nasyah al-Timyani
8. Nailan al-Najahah

Pada hb 1 Julai 1955M, Syeikh Muim berkahwin untuk kedua kalinya dengan Azizah bte Ahmad Bungsu, iaitu adik daripada Maryam Ahmad isteri pertamanya. Dari perkahwinan ini Syeikh Muim memperoleh 8 orang anak, iaitu:

1. Muhammad Yaqdum
2. Al-Bazzar
3. Muhammad Kamal
4. ‘Abd Aziz Ibraz
5. Laila Banit
6. Yusra Hanim
7. Irfansyah
8. Arifatul Aini

Di dalam buku catatan pada bahagian sya’ir dan qashidah, Syeikh Muim menulis sebahagian salasilah keturunannya dalam gaya bahasa Arab yang indah:

معم عبد الوهاب وبعض نسله:معم عبد الوهاب الركاني له من الاولاد عشر يعني:محمد, مرفوعة الأسماء مسيب, هاشم وهو الشروانينعيمة, وبعدها مبارك قد مات, ثم نشأة التميانينيل النجاحة كذاك يقدم أخو البزار أصغر الولدانيفكلهم من مريم الصبور أما سوى هذين الأخرينأمهما عزيزة لقد أتت بديلة عن أختها تثنيفمن محمد إلى مبارك ولدوا في باب السلام الأمنيكذاك يقدم وغيرهؤلا فإنهم قد ولدوا في التميانيجاءت بنتان منها في بوكت جولع وولد منها في كمفغ كرانيوبحفيدتين قد ظفرت بفضل ربي الكريم أعطانيهما ألفة هانم من مرفوعة وخيرة من محمد بنت ابنيلله در كلهم جميعا عصمهم عن رجس كل شيطانوبالإيمان الكامل ثبتهم حفظهم عن البلا و المحنوصلى رب دائما و سلم على النبي الهاشمي العدنانيو على جميع الأل و الأصحاب وتابعيهم في مدى الأ

Maksudnya: Muim Abd al-Wahhab dan beberapa keturunannya: Muim Abd al-Wahhab Rokan memiliki 10 anak, iaitu Muhammad, Marfu’atul Asma, Musayyab, Hasyim al-Syarwani, Na’imah dan Mubarak (meninggal pada waktu kecil). Kemudian Nasyah at-Timyani, Nailan Najahah, Yaqdum dan terakhir adalah al-Bazzar. Kesemuanaya dari isteriku Maryam yang sabar. Adapun dua yang terakhir dilahirkan oleh isteriku Azizah, isteri keduaku setelah meninggal kakaknya Maryam. Maka dari Muhammad sehingga Mubarak, mereka dilahirkan di Babussalam yang aman, begitu juga dengan Yaqdum. Selain dari mereka dilahirkan di Tamiang (Aceh). Dua anak perempuan Maryam (Nasyah dan Nailan) di lahirkan di Bukit Juling Kampung Karani. Allah telah menganugerahiku dua orang cucu: Ulfah daripada marfu’ah dan Khairah binti Muhammad anakku. Bagi Allah adalah mutiara seluruhnya, Allah menjaga mereka dari pada kekejian syaitan. Allah memelihara mereka dengan iman yang sempurna, dan Allah menjaga mereka dari bala’ dan fitnah. Shalawat dan salam atas nabi bani Hasyim al-Adnani, seluruh keluarga dan sahabat serta seluruh pengikut-pengikutnya.

Dalam mukadimah dari buku “Salasilah Syeikh Abd al-Wahhab Rokan” yang disusunnya, Syeikh Muim mengatakan, “Maka ini satu susunan yang sengaja disusun oleh Muim Abd al-Wahhab Rokan dari hal silsilah keturunan (terombo) bagi Syeikh Abd al-Wahhab al-Khalidi al-Naqsyabandi ke atas dan ke bawah menurut yang diperoleh dan yang dapat diusahakan. Mengenangkan supaya jangan nanti zuriyat dan dzawi al-Arham bagi beliau (r.a) di belakang hari semena-mena tidak tahu mana-mana kaum kerabat dan famili, dan untuk supaya senang dalam hubungan silaturrahmi (saling kenal-mengenal) dan lain-lain yang diperlukan. Sekian muqaddimah ini ana gariskan, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi pertolongan dan hidayah sampai siap buku silsilah ini dikerjakan. Wa Allah ‘ala ma aktasibu wakil, wa Huwa bi al-ijabah jadir ”
Manuskrip naskah salasilah Syeikh Muim ini diperoleh dari al-Ustaz Mukhtar Gaffar ibn Lebai Jakfar. Tidak diketahui secara pasti tahun berapa salasilah tersebut ditulis. Akan tetapi melihat kandungan syair tersebut, diperkirakan ditulis pada (1968M) setelah kelahiran al-Bazzar, anak daripada isteri beliau Azizah Ahmad. Kemudian Syeikh Muim menulis ulang salasilahnya tersebut pada tahun 1394H/1974M di Besilam.

Latar belakang pendidikannya.

Seperti lazimnya kanak-kanak kecil pada masa itu, Syeikh Muim menerima pengajaran agama daripada orang tuanya. Selain beberapa ulama di kampungnya yang membimbingnya. Pada mulanya beliau belajar atau mengaji alif hingga yā secara talqin (secara lisan) yang diajarkan langsung oleh ayahnya sendiri Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, kemudian dilanjutkan oleh ibunya Maryam bte Imam Yaman. Berkat bimbingan kedua orang tuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muim dapat menamatkan kitab Ejaan dengan cepatnya.

Pada tahun 1338H/1918M atau ketika Syeikh berumur 7 tahun, beliau di serahkan oleh orang tuanya kepada anaknya yang lain lagi iaitu abang Muim sendiri Saidi Syeikh Harun Kamaludin dan tinggal di rumah isterinya Zubaidah (Daeng Siti Khalijah). Di tempat ini Muim belajar al-Qur’an sampai tamat. Setelah dua tahun belajar al-Qur’an, Syeikh Muim dikembalikan oleh gurunya Zubaidah kepada ayahnya Syeikh Abd al-Wahhab Rokan, selanjutnya Syeikh Muim diserahkan kembali oleh ayahnya kepada menantunya guru Maimun Hasan al-Wahhab iaitu suami daripada anaknya Zamrud.

Di rumah guru Hasan inilah Muim belajar berhitung, tauhid, fikah, faraidh dan tajwid dengan menggunakan kitab-kitab Melayu.Pendidikan formal Syeikh Muim dimulai di Maktab Musawiyah Babussalam (sekolah Agama) dan Syeikh Muim duduk di kelas IV (1340 H/1920 M). Pada masa itu Syeikh Muim berumur 10 tahun. Di lembaga pendidikan inilah Syeikh Muim mulai bergelut dengan kedalaman khazanah Islam di bawah bimbingan para gurunya.

Di tempat ini Syeikh Muim mulai belajar ilmu nahw, sarf, lughah (bahasa), tarjamah al-Qur’an dan lain-lain lagi dengan gurunya al-Haj ‘Abd Rasyid Thaib al-Minangkabawi.Setelah 4 tahun belajar di lembaga pendidikan Musawiyah tersebut, Syeikh Muim melanjutkan ke peringkat berikutnya iaitu kelas takhassus (setingkat universiti). Pada masa itu Syeikh Muim berumur 15 tahun. Dalam peringkat ini Shaykh Muim belajar pelbagai ilmu kepada al-Haj Muhammad Syahiri al-Yuni Batubara, seperti nahw, sarf, fiqh, tafsir, hadith, bayan, mantiq dan lain-lain lagi.Pada tahun 1926M atau 40 hari setelah kewafatan ayah beliau, Syeikh Muim pindah dari rumah guru Hasan ke rumah abangnya Syeikh Yahya Afandi al-Wahhab, yang ketika itu sebagai Tuan Guru II menggantikan bapanya Syeikh Abd al-Wahhab Rokan. Oleh Syeikh Yahya, Syeikh Muim ditempatkan di rumah anaknya Arba’iyah Yahya kepada daripada al-Haj Muhammad Syahiri al-Yuni Batubara. Maka tinggallah Syeikh Muim pada masa itu serumah dengan gurunya tersebut.

Semenjak saat itu Syeikh Muim dalam pemeliharan abangnya Syeikh Haji Yahya sehingga wafat abangnya tersebut. Pernah beberapa kali Syeikh Yahya mendatangi adiknya tersebut dengan maksud ingin menikahkannya. Akan tetapi beliau belum berkehendak dalam hal itu, kemudian beliau menjawah: “kalaulah abang Haji masih mau memelihara saya, biarlah saya belajar dulu”. Mendengar jawapan adiknya tersebut, Syeikh Yahya berjanji akan menghantarkannya ke Mekkah al-Mukarramah untuk belajar pada tahun hadapannya bersama anaknya Ridhwan Yahya. Akan tetapi Allah (s.w.t.) berkehendak lain, tiga bulan setelah percakapan tersebut Syeikh Haji Yahya meninggal dunia (1350H/1930M).

Walaupun perasaan sedih sangat sukar dihilangkan, namun Syeikh Muim tiada kehilangan pedoman. Meskipun tidak pernah mendapat pendidikan di Mekah ataupun di Mesir sebagaimana abang-abangnya, Syeikh Muim tidaklah berkecil hati. Baginya, kemampuan seseorang bukan bergantung dari jauhnya tempat belajar, melainkan bagaimana orang tersebut boleh memanfaatkan pengetahuan dan ilmunya bagi kemaslahatan masyarakat. Beliau telah mengorbankan waktunya untuk menuntut ilmu pengetahuan, sehingga Syeikh Muim dapat dikategorikan sebagai ulama yang memiliki pelbagai ilmu pengetahuan keislaman.

Minatnya terhadap ilmu-ilmu keagamaan telah terserlah sejak zaman kanak-kanak lagi. Syeikh Muim memiliki otak yang cerdas. Semenjak belajar di maktab Musawiyah beliau sentiasa menunjukkan perestasi cemerlang. Beliau adalah pelajar terbaik dan sentiasa mendapatkan peringkat pertama dalam setiap peperiksaan. Bahkan dalam usianya yang masih muda (16 tahun), beliau telahpun dipercayakan menjadi guru di maktab tersebut. Dalam usianya 18 tahun (1928/…M), beliau digelar dengan guru “Jempol” atau guru yang sangat cemerlang dalam pengajaran.dalam perjalanan, waktu Syeikh Muimpun semakin dewasa dan mengalami perubahan berkaitan dengan intelektualiti dan spiritual. Perkembangan dan perubahan yang berlaku pada diri Syeikh Muim tidak terlepas dari proses pencerahan yang diberikan para gurunya. Tidak sia-sia, perjuangannya menuntut ilmu telah mengangkat dirinya menjadi salah seorang ulama yang disegani dan dihormati di kalangan ulama lain lagi di Langkat mahupun di Aceh Tamiang.Dalam buku catatan yang ditulis oleh Syeikh Muim, disebutkan senarai nama-nama ulama yang menjadi guru beliau berikut kitab-kitab pelajarannya:

1. Shaykh Abd al-Wahhab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi Syeikh Muim memulai mengaji Hijai/al-Qacidah al- Baghdādiyyah
2. Maryam Imam Yaman. Meneruskan belajar Al-Qasidah al-Baghdādiyyah
3. Khalifah Shaleh Batubara. Guru pembimbing dalam menghafal surat yasin dan lain-lain lagi.
4. Zubaidah/isteri Saidi Syeikh Harun. Syeikh Muim belajar al-Qur’an sampai tamat dan belajar kitab jawi kecil
5. Guru Hasan Muhammad. Syeikh Muim belajar pelbagai ilmu antaranya al-fiqh, al-tauhid, al-faraidh dan membaiki baca al-Qur’an.
6. Al-Haj ‘Abd Rasyid al-Minangkabawi. Kepada ulama asal Minangkabaw ini, Syeikh Muim belajar al-nahw, al-sarf, al-lughah (bahasa), dan tarjamah al-Qur’an al-Karim.
7. Engku Manaf. Syeikh Muim belajar Kitab al-Mukhtasar atau al-Nahw
8. Syeikh Faqih Juned Harun. Syeikh Muim belajar I’rāb al-Ajrumiyyah
9. Al-Haj Muhammad Said Kubu. Guru di Maktab Musawiyah
10. Faqih Tambah Al-Wahhab. Guru di Maktab Musawiyah
11. Al-Haj Muhammad Syahiri Al-Yuni Batubara. Kepada ulama asal Batubara ini Syeikh Muim belajar pelbagai ilmu, antaranya al-nahw, al-sarf, al-fiqh, al-tafsir, al-hadith, al-bayan, mantiq dan lain-lain lagi.
12. Guru Sabar (Mubar) Barus. Syeikh Muim belajar matematika, bahasa Indonesia dan ilmu guru.
13. Faqih Na’im al-Wahhab. Syeikh Muim belajar Kitab al-Mizan Al-Dzahabi dan al-cArudh
14. Kadi al-Haj Muhammad Nur Langkat. Kepada ulama ini Syeikh Muim belajar al-Mantiq, al-Sawi al-Bayan, al-Syarqawi dan al-Fiqh.
15. Syeikh Abdullah Afifuddin al-Langkati. Kepada ulama terkenal Langkat ini, Syeikh Muim belajar tafsir jalalayn.
16. Al-Hajah Halimah al-Sakdiyyah. Kepada ahli qiraah ini (kemanakan Syeikh Muim), beliau belajar qira’ah al-Nafic dan Abu Umaru.
17. Al-Haj Muhammad Salim Langkat. Syeikh Muim belajaru bahasa Arab Mesir
18. ‘Abd Rasyid Tambusai. Syeikh Muim belajar Barzanji Marhaban.
19. ‘Abd Wahid Jumail. Syeikh Muim belajar huruf latin.
20. Guru Untak. Guru di Maktab Musawiyah.
21. Abu Bakar. Guru di Maktab Musawiyah.
22. Awak Marhawi. Syeikh Muim belajar bahasa Belanda.

Di dalam buku catatan pada bahagian culum Shatta, Syeikh Muim menulis kitab-kitab yang pernah dipelajarinya selain yang tersebut di atas.
A. Tauhid
1. Miftah al-Jannah
2 . Al-Durr al-Thamin
3 . Matn al-Sanusi,
4. Kifayat al-cAwwam.

B. Fikah
1. Masail al-Muhtadi
2. Bidayat al-Mubtadi
3. Muslim al-Mubtadi
4. Matlac al- Badrayn
5. Matn Ghayah al-Taqrib
6. Fath al-Qarib
7. Fath al-Mucin
8. Al-Diyanah wa al-Tahdzib

C. Tasawwuf
1. Siyar al-Salikin

D. Akhlaq
1. Tafsir al-Khalaq

E. Tajwid
1. Tuhfat al- Ikhwan

F. Mi’raj
1. Kifayat al-Muhtaj

G. Lughah
1. Al-Mufradat
2. Al-mutala cah al-Rasyidah
3. Al-Qiracah al-Rasyidah
4. Al-Tariqah al-Mubtakirah

H. Nahwu
1. Al-Kafrawi
2. Syeikh Khalid
3. Al-Azhari
4. Tashil Nail al- Amani
5. Al-cImrathi
6. Mutammimah
7. Al-Fawaqih
8. Al-Kawakib
9. Al-alfiyyah
10. Al-Usmawi

I. Bayan
1. Majmuk Musytamil

J. Sharf
1. Madkhal
2. Matn al-Bina
3. Matn al-cAzi
4. Al-Kailani
5. Lamiyat al-Af cal

K. Ushul Fiqh
1. Al-WaraqatL. Mantiq
2. Idhah al-MubhamM. Ma’ani
3. Jauhar al-Maknun

Mengenai Tarekat Naqasyabandiyah al-Khalidiyah, Syeikh Muim menerima baiah daripada Syeikh Yahya Afandi al-Wahhab (1927M). Pada waktu yang lain, beliau juga mempelajari Tarekat Syadzaliyah daripada Syeikh Muhammad Daud al-Wahhab, kedua-duanya abang daripada Syeikh Muim sendiri. Selain itu beliau belajar Ratib Saman daripada Khalifah Abdullah Umar Tambusai, dan bersuluk pertama 10 hari kepada al-Haj Muhammad Said al-Kalantani (1945 M).Adapun gelar “Syeikh” beliau terima pertama kali pada hb 19 ramadhan (1959 M) yang di berikan oleh Syeikh Mursyid Faqih Juned Harun al-Khalidi di Tanjung Karang Aceh Tamiang. Dan untuk kedua kalinya, gelar tersebut diterimanya ketika masa pertabalan beliau menjadi Tuan Guru Besilam ke-7, menggantikan Tuan Guru sebelumnya Syeikh Faqih Tambah al-Wahhab (1972 M).2.5 Sifat-sifatnya Syeikh Muim berperawakan sedang, zuhud dan wara’, lemah-lembut namun tegas dalam mengambil suatu keputusan. Beliau seorang yang sangat amanah, sentiasa mencatat segala yang berkaitan dengan kepercayaan yang dibebankan kepadanya dan dilaksanakan dengan sejujur-jujurnya.

Beliau adalah tokoh yang luas pergaulannya. Beliau bukan sahaja dekenali di Besilam tetapi juga di Aceh Tamiang dan beberapa daerah di Sumatera Utara dan Riau. Syeikh Muim dikenali sebagai seorang yang sangat disiplin dalam menjalankan peraturan-peraturan. Beliau bersikap adil dalam mengambil suatu keputusan, menghukum siapa sahaja yang bersalah tidak membezakan antara keluarga dan bukan keluarga meskipun anak sekalipun kalau bersalah akan dihukum.Ziarah ke kubur merupakan kebiasaan yang beliau lakukan setiap subuh. Berkebun pada pagi dan petang merupakan kegiatan yang sentiasa beliau lakukan.

Beliau gemar bersedekah baik kepada anak-anak mahupun orang tua-tua.Di riwayatkan, bahawa beliau seorang yang qana’ah (cukup seadanya sahaja). Sebelum meninggalnya, Azizah Ahmad isteri beliau pernah menuturkan: “Atok (Syeikh Muim) tidak begitu suka dengan makanan-makanan yang enak, terkadang beliau menangis melihat makanan yang enak karena teringat akan keadaan faqir miskin dan orang-orang terlantar”.Beliau melayani yang bodoh sama dengan beliau melayani yang cerdik, beliau menghormati kanak-kanak sama dengan beliau menghormati orang-orang dewasa. Beliau tidak pernah menghampakan pemberian dan jemputan dari siapa sahaja. Dan jika diberi, maka pemberian-pemberian itu akan dibahagikan pula kepada orang-orang sekelilingnya. Inilah sifat-sifat dan cara-cara hidup beliau yang membuat setiap orang yang berhubung dengan beliau menyimpan kenangan-kenangan yang indah terhadapnya.Dicatatkan bahawa Syeikh Muim adalah di antara ulama Besilam yang kuat melakukan ibadah, selain aktif beramal dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, beliau aktif mengajar, mengarang, tilawah al-Qur’an, pelbagai wirid dan zikir sama ada siang mahu pun malam. Demikian beberapa sifat beliau yang dapat ditulis.

Bidang ketokohan Dari tujuh puluh satu tahun perjalanan hidup Syeikh Muim (1910-1981M), minimum ada dua main stream aktiviti hidupnya. Pertama adalah aktivitinya sebagai seorang intelektual dalam bidang fikah, dan kedua adalah aktivitinya yang sangat signifikan dalam tarekat. Bagi Syeikh Muim ilmu yang diraihnya dari guru-gurunya adalah bekal dalam menggali dalam khazanah Islam. Sedangkan yang didapatnya di lapangan (Besilam) sebagai tempat pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah adalah bekal utamanya dalam mengorganisasi penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ke segala penjuru negeri di Sumatera.Kita akan mencuba melihat dua bidang yang digeluti oleh Syeikh tersebut, dalam rangka pengabdian diri untuk kepentingan dakwah Islam.a. Sebagai seorang FaqihDilihat dari kegiatan-kegiatan pendidikan, guru-guru yang mengajarnya serta kitab-kitab pelajarannya, jelas Syeikh Muim adalah seorang faqih yang mengambil berat tentang syariat Islam dan amalannya. Tetapi perlu dijelaskan bahawa akidahnya, sebagaimana yang jelas daripada tulisan-tulisannya sendiri adalah akidah Sunni.Besilam adalah sebuah Kampung yang kaya dengan khazanah intelektual Islam.

Dalam dunia fikah, Kampung yang diasaskan Syaikh Abd al-Wahhab Rokan ini, telah banyak melahirkan para Fuqoha dan guru-guru ugama yang cukup disegani di Sumatera Utara, Riau, Aceh bahkan Malaysia pada masa itu.Di kampung halaman tempat lahir dan dibesarkannya Syeikh Muim ini, terdapat sebuah tradisi “pertabalan faqih”.Gelar ini diberikan kepada yang memiliki kategori kealiman dalam ilmu fikah, dan telah menamatkan beberapa buah kitab pelajaran. Pertabalan tersebut diumumkan dihadapan orang-orang ramai di masjid atau Madrasah Besar Tuan Guru Besilam, oleh maha guru Saidi Syeikh Harun. Dalam sejarahnya, Saidi Syeikh Harun ini telah melantik beberapa orang faqih. antaranya adalah faqih Na’im, faqih Nu’man, faqih Sa’id, faqih Tambah.

Generasi berikutnya, muncullah nama-nama seperti faqih Khaliq, faqih Abban, faqih Saufi.Mengenai Syeikh Muim sendiri, meskipun beliau tidak mengikuti pengajaran oleh Saidi Syeikh Harun, tetapi kedudukannya dari sudut ilmu pengetahuan adalah setaraf dengan fuqaha dan ulama-ulama lainnya yang berada di Langkat dan Sumatera utara pada zaman itu.Al-Haj Madyan Abd Jalil mengatakan bahawa Syeikh Muim adalah seorang yang ‘alim dalam ilmu fikah dan al-Qur’an. Dari fakta dan data yang diperoleh, baik dari kitab-kitab yang dipelajarinya dan ulama-ulama yang mengajarinya bahkan beliau mengarang kitab fikah ighatsatul Muqallidin, maka Syeikh Muim dapat dikatagorikan seorang faqih yang mumpuni dalam bidangnya.

Syeikh Muim adalah menganut Sunni Syafi’i. Beliau aktif dalam menulis, tidak kurang dari 11 tulisan dalam pelbagai ilmu yang beliau hasilkan. Beliau juga aktif dalam mengajar, lebih dari separoh hidupnya beliau habiskan untuk mengajar, sehingga beliau memiliki murid yang tersebar di pelbagai daerah di Sumatera Utara, Riau dan Aceh.Karya-karya tulisnya, Disiplin ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh setiap pengarang pada umumnya diwariskan kepada pengikutnya dan berlanjut dari satu generasi kepada generasi sesudahnya.

Syeikh Muim adalah seorang ulama yang rajin menulis. Setiap ilmu yang beliau pelajari dan miliki, beliau himpunkan dalam banyak catatan-catatannya, untuk dapat dibaca dan dipelajari serta difahami oleh setiap masyarakat Islam khasnya masyarakat Besilam dan Aceh Tamiang.Manuskrip karya-karya Syeikh Muim yang telah dijumpai:
1. Kitab fikah Ighatsatul Muqallidin.

Kitab ini terdiri daripada tujuh jilid, kandungannya membicarakan perkara-perkara asas dalam fikah, antaranya adalah: tentang thaharah, air, istinja’, najis, wudhu’, al-muharramat (perempuan-perempuan yang haram dikahwini), al-mashu ‘ala al-huffain, mandi, tayammum. Dalam kitab al-Shalat dibahas tentang syarat-syarat wajib sembahyang, syarat-syarat sah sembahyang, rukun-rukun sembahyang, sunan-sunan sembahyang, sebab sujud sahwi, sujud syukur. Di dalamnya di bahas juga tentang sembahyang berjama’ah dan faedah-faedah sembahyang jama’ah. Kandungan berikutnya adalah pembahasan tentang zakat, syahid dan janazah serta perkara-perkara yang berkaitan dengan ketiganya serta perkara-perkara lainnya yang berkaiatan dengan hokum-hukum fiqh.
2. Kitab tajwid, kandungannya membahas ilmu tajwid.
3. Khutbah jum’at. Judul-judul yang terdapat dalam Majmu’ Khutbah ,karya Syeikh Muim di antaranya membicarakan tentang bulan Sya’ban, Rabi’ul Awal, khutbah Aidil Fithri, khutbah Aidil Adha, keutamaan sembahyang berjama’ah, ibadah haji dan keutamaan ilmu pengetahuan.
4. Majmu’ al-Syatwiyah, kandungan buku ini berisikan tentang lagu dan sya’ir yang bercorak pujian-pujian kepada Allah, selawat dan lain-lain sejenisnya, antaranya Babussalam Kampung Halamanku, Babussalam jaya, Maulid al-Rasul, Nur Tajalli, al-Jihad Fi Sabilillah.
5. Al-Muallifat al-Qasimiyyh Ldhobthi Ilmu al-’am al-Umumiyyah, kandungan kitab ini membicarakan tentang tauhid, fikih dan tasawwuf. Di dalam kitab ini juga ditemukan syair dan lagu-lagu karangan beliau serta beberapa perkara-perkara lainnya, seperti khutbah jumat, doa’doa dan lain-lainnya. Buku setebal 177 muka surat ini beliau tulis pada 13 Rejab 1393H/12 Ogos 1973M di Babussalam dan diselesaikan pada hari Isnin 7 Zulhijjah1393H/1 Januari 1974M di Babussalam.
6. Al-Hal al-Nasyiah al-Mutaraddifah, kandungannya berupa al-Tafsir, al-Hadit dan Nahwu. Kitab setebal 176 muka surat ini juga menyinggung tentang politik, peraturan-peraturan di rumah suluk, hri-hri besar dalam Islam dan hari-hari besar i luar Islam. Di dlamnya terdapat ilmu perubatan berdsarkan ayat-ayat al-quran al-karim serta perkara-perkara lainnya. Permulaan buku ini ditulis pada hari khamis 7 shafar 1397H/27 Januari 1977 di Babusslam dan diselesaikan pada hari rabu 9 zulqadah 1398H/11 Oktober 1978M di babussalam.
7. Daftar al-Naql min al-kutub al-Syatwiyah fi al-din. Kandungan kitab setebal 22 muka surat ini membicarakan tentang kata-kata yang mengandung hikmah dan istilah-istilah dalam bahasa arab, di dalamnya juga dibincangkan tentang tanda-tanda hari kiamat. Kitab ini beliau tulis di Babusslam pada 7 shafar 1396H/7 Februari 1976M, dan diselesaikan pada hari khamis 29 jumadil Awal 1399H/26 April 1979M di Babusslam.
8. Al-Thariqah, buku ini mengandung senarai nama-nama orang yang mengambil tarekat (naqsyabandiyah) kepada beliau. Buku ini ditulis pada hari ahad 6 ramadhan 1397H/21 Ogos 1977M di Babusslam. Buku ini merupakan jilid ke dua sedangkan jilid pertama belum lagi ditemukan.
9. Al-Tarasul, kandungan buku ini adalah tentang surat menyurat. Jilid pertama belum lagi ditemukan. Jilid kedua mulai tulis pada hari rabu 9 Syawal 1400H/20 Ogos 1980M di Babusslam.
10. Sebuah kitab yang berisikan beberapa al-Fan atau bahagian. Al-Fan al-awwal fi al-Ad’iyah wa al-Aurad (bahagian pertama membicarkan tentang doa-doa dan wirid-wirid). Al-Fan al-Tsaniah fi al-Tafsir wa al-Hadist (bahagian kedua pada ilmu tafsir dan hadits). Al-Fan al-Tsalisah fi al-Syi’r wa al-Qashidah (bahagian ketiga pada menyatakan syi’r dan qashidah). Al-Fan al-rabi’ah fi ‘Ulum Syatta (bahagian keempat pada bermacam pengetahuan). Di dalam kitab ini juga ditulis tentang kamus bahasa melayu Babusslam.
11. catatan harian berjumlah 12 jilid.
12. Riwayat Hidup Syeikh Muim.
13. Silsilah keturunan Syeikh Abd al-Wahhab Rokan dan Syeikh Muim al-Wahhab.
14. Pelbagai catatan lainnya, seperti catatan tentang murid-murid atau khalifah- khalifah Syeikh Muim, anak-anak angkat dan lain-lainnya.
Tempat MengajarTidak seperti kebanyakan ulama yang lain di zamanya, pada masa tinggal di Besilam, beliau tidak hanya aktif mengajar di madrasahnya sahaja, malah beliau aktif mengajar di masjid dan rumahnya serta di beberapa wilayah yang jauh daripada tempat tinggal beliau. Dan aktiviti dakwah beliau semakin banyak pada masa beliau hijrah dan tinggal di Aceh Tamiang. Beliau aktif berdakwah di 4 (empat) kecamatan yang terdiri dari 14 Desa.Berikut senarai nama-nama desa tempat dakwah Syeikh Muim yang berada di empat kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang:
1. Kecamatan Kejuruan Muda, terdiri dari 3 desa, iaitu Rantau Pertamina, desa Rantau Pauh dan desa Alur Manis.
2. Kecamatan Kota Kwala Simpang, terdiri dari 2 desa, iaitu Kampung Durian dan Kota Lintang.
3. Kecamatan Karang Baru, terdiri dari 4 desa, iaitu Kampung Kesehatan, Kampung Suka Jadi, Tanjung Karang dan Tanah Terban.
4. Kecamatan Manyak Payet, terdiri dari 5 desa, iaitu Kampung Johar, desa Rantau Pane, desa Rantau Panjang, desa Medang Ara dan Opak.

Ramai murid Syeikh Muim yang menjadi ulama dan tokoh yang bertebaran di pelbagai negeri. Mereka adalah generasi penerus penyebaran Islam. Sama ada murid-murid Syeikh Muim sendiri atau pun murid-murid beliau di Maktab Musawiyah ataupun murid-murid Sekolah Rendah Agama Islam (SRAI) yang beliau asaskan menurunkan murid yang ramai pula, sambung bersambung sampai sekarang ini. Bererti pahala amal jariyah untuk Syeikh Muim berjalan terus kerana ilmu bermanfaat yang disebarkan dan madrasah tempat belajar ilmu yang melahirkan para ulama dan tokoh.Murid-murid Syeikh Muim pernah meriwayatkan bahawa orang yang pernah belajar dengan Syeikh Muim semuanya mendapat kedudukan dalam masyarakat.

Apabila seseorang murid itu lebih berkhidmat kepada beliau maka ternyata akan lebih pula ilmu yang diperolehnya. Demikian juga kedudukan dalam masyarakat. Yang dimaksudkan berkhidmat di sini ialah ada yang pernah mengambil air untuk sembahyang atau untuk mandi dan air bagi keperluan bersucinya sesudah buang air besar.Di antara murid-murid Syeikh Muim yang menjadi ulama dan mempunyai kedudukan dalam masyarakat adalah: Syeikh al-Haj Abd Muthalib, beliau adalah seorang Syeikh atau Mursyid tarekat di Rokan Hulu, Muara Musu, Riau. Khalifah ke-3 Syeikh Muim ini telahpun berhasil mendirikan sebuah persulukan “Serambi Babussalam” di tempat asalnya tersebut.

Khalifah (Syeikh) Mudo ibn Adam adalah di antara murid beliau yang lain lagi. Walaupun umurnya hampir mencapai 90 tahun akan tetapi semangatnya tidak pernah pudar. Beliau telahpun berhasil membangun dua rumah suluk yang beliau namakan “Madrasah Darussalam”, yang pertama di Batang Ibul Desa Bangko Kiri Kec. Bangko Pusako Rokan Hilir, Riau. Kedua di Desa Sungai Masah Kec. Bangko Rokan Hilir, Riau.Murid Syeikh Muim yang lainnya adalah Shaykh al-Haj Junaid al-Bagdadi Sirait. Beliau adalah khalifah ke-12 Syeikh Muim yang mempunyai kedudukan mulia di masyaraktnya.

Sebagaimana murid-murid yang lain, Syeikh Junaid juga mempunyai rumah persulukan “Istiqomah” di Desa Maligas Tongah Kec. Tanah Jawa Kab. Simalungun Sumatera Utara.Di antara murid Syeikh Muim yang masih ditemui adalah Khalifah Abd al-Wahhab Ghaffar. Beliau adalah orang kepercayaan Syeikh Hasyim al-Syarwani dalam memimpin persulukan terbesar di Nusantara bahkan Asia yang berada di Besilam Langkat. Meskipun umurnya sudah mencapai 81 tahun tetapi beliau sangat tekun beribadah. Orang-orang suluk sangat hormat kepadanya. Dalam setiap pertemuan dengannnya, penulis sentiasa mendapatinya berada dalam khalwatnya.

Syeikh al-Haj Wan Nurdin ibn al-Haj Nasaruddin adalah murid Syeikh Muim yang paling ternama dan cukup disegani baik oleh kalangan masyarakat awam mahupun kerajaan Rokan Hilir Riau. Beliau cukup berhasil dalam membangun dan membina rumah persulukannya di tempat asalnya Muara Rumbang Kec. Rembah Hilir Kab. Rokan Hilir, Riau. Ada seorang murid yang tidak mungkin terlupakan dalam deretan murid-murid Syeikh Muim. Beliau adalah di antara tokoh masyarakat yang cukup dihormati oleh masyarakat Besilam Babussalam, Pak Malik, begitu beliau dipanggil. Nama penuhnya adalah Khalifah al-Haj Abd Malik Said ibn Faqih Tuah.

Beliau adalah pemegang kunci sekaligus menerima para tetamu yang datang untuk berziarah ke makam Syeikh Abd al-Wahhab Rokan. Semua murid Syeikh Muim mengatakan bahawa guru mereka tersebut adalah seorang Syeikh yang alim, seorang mursyid yang wara’ lagi zuhud, bahkan Syeikh Junaid mengatakan gurunya tersebuat adalah seorang Wali Allah. Syeikh Muim terkadang mengetahui apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang suluk, padahal beliau (Syeikh Muim) jauh dari mereka, demikian al-Junaid menambahkan.. Sebagai seorang sufi seperti telah disebutkan di atas bahawa Besilam adalah pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah yang banyak melahirkan khalifah-khalifah dan mursyid-mursyid kenamaan.

Syeikh Muim adalah di antara mursyid Tarekat tersebut. Kepemimpinannya telah membawa nuansa baru, terutama kemampuan dalam menjalankan peraturan-peraturan yang berlaku dalam ajaran tarekat. Beliau terkenal tegas dalam menjalankan disiplin, terutama yang berlaku dalam rumah suluk sebagai tempat riyadha para salikin. Beliau tidak segan-segan menindak atau mengusir si salik dari rumah suluk jika kedapatan bersalah.

Syeikh Muim adalah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah yang salasilah pengambilan tarekatnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Kelebihannya dalam tarekat ini ialah beliau menerima baiat dan bersuluk dari dua Syeikh mursyid, yakni Syeikh Faqih Junaid di Rantau Kwala Simpang dan Syeikh Abd Manan Seregar Murid dan Khalifah Syeikh Abd al-Wahhab Rokan. Kiprahnya dalam mengembangkan tarekat ini di wilayah Sumatera dinilai cukup berhasil.Dalam Salasilah Tarekat Naqsyabandiyah, Syeikh Muim adalah salasilah yang ke 34 dari guru tarekat Naqsyabandiyah. Puncak tertinggi dari salasilah itu adalah nabi Muhammad s.a.w. kemudian Abu Bakr a.s. yang disusul Salman al-Farisi. Sedangkan salasilah di atas Syeikh Muim adalah Syeikh Abd Manan Seregar kemudian Syeikh Abd al-Wahhab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi.Berikut adalah salasilah tarikat naqsyabandiyah yang sampai kepada Syeikh Muim al-Wahhab:

1. Nabi Muhammad (s.a.w.)
2. Saidina Abu Bakr al-Siddiq (r.a.)
3. Saidi Syekh Salman al-Farisi (r.a.)
4. Saidi Syekh Qasim bin Muhammad
5. Saidi Syekh Ja’far Shadiq
6. Saidi Syekh Yazid al-Busthami
7. Saidi Syekh Hasan Ali Ja’far al-kharqani
8. Saidi Syekh Ali bin al-Fadhl bin Muhammad al-Thusi al-Farmadi
9. Saidi Syekh Ya’kub Yusuf al-Hamdani bin Ayyub bin Yusuf bin Husin
10.Saidi Syekh ‘Abd Khaliq al-Fajduani bin al-Imam ‘Abd Jamil
11. Saidi Syekh Arif al-Riyukuri
12. Saidi Syekh Mahmud al-Anjiru al-Faghnawi
13. Saidi Syekh Ali al-Ramituni
14. Saidi Syekh Muhammad Baba al-Samasi
15. Saidi Syekh Amir Kulal bin Sayyid Hamzah
16. Saidi Syekh Bahauddin Naqsyabandi
17. Saidi Syekh Muhammad Bukhari
18. Saidi Syekh Yarki Hishari
19. Saidi Syekh Abdlah Samarkandi (Ubaidillah)
20. Saidi Syekh Muhammad Zahid
21. Saidi Syekh Muhammad Darwis
22. Saidi Syekh Khawajaki
23. Saidi Syekh Muhammad Baqi
24. Saidi Syekh Ahmad Faruqi
25. Saidi Syekh Muhammad Ma’sum
26. Saidi Syekh ‘Abdlah Hindi
27. Saidi Syekh Dhiyaul Haqqi
28. Saidi Syekh Isma’il Jamil al-Minangkabawi
29. Saidi Syekh ‘Abdulah Afandi
30. Saidi Syekh Syeikh Sulaiman
31. Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi
32. Saidi Syekh Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi Naqsyabandi
33. Saidi Syekh Abd Manan Seregar
34. Saidi Syeikh Muim al-Wahhab al-Khalidi al-Naqsyabandi

Hijrah ke Aceh Tamiang, Syeikh Muim adalah di antara ulama yang turut mewarnai perjalanan sejarah perlawanan terhadap penjajah, khasnya di Langkat. Meskipun tidak terlibat langsung pada masa perjuangan fisik, Syeikh Muim aktif berjuang menentang penjajah dengan apa yang boleh dilakukan. Perjuangan beliau dalam menentang penjajah akan dibincangkan pada bab berikutnya.Pada saat Kerajaan Langkat mendapat ancamana keaamanan dari penjajah Belanda, iaitu ketika secara mengejutkan Belanda sudah sampai di Tandam Hilir, suatu tempat berjarak 40 km dari Besilam.

Syeikh Muim mengambil langkah baru mencari tempat pengunsian (hijrah). Rantau Kwala Simpang Aceh Tamiang adalah daerah alternative dan memiliki ruang gerak yang relatif bebas dalam meneruskan perjuangan kemerdekaan dan dakwah Islam. Kesempatan ini telah digunakan Syeikh Muim untuk melakukan perjalanan hijrah ke sana.Penghijrahan Syeikh Muim bersama-sama keluarganya dari Besilam ke Rantau Tamiang dilakukan pada tahun 1946 M. Syeikh Muim memulai hidup baru dan selanjutnya Syeikh Muim aktif berdakwah di sana sehingga tahun 1972 M. Adapun partai Masyumi yang diasaskannya, beliau serahkan kepada ‘Abd Manan Anis yang menjadi ketua dua pada masa itu.

Kesimpulan,walaupun Syeikh Muim al-Wahhab tidak meninggalkan hasil-hasil karya yag besar dalam mana-mana bidang pengajian Islamiah, namun jasa beliau yang paling besar ialah kejayaannya melahirkan satu angkatan ulama/khalifah yang berkualiti di pertengahan abad dua puluh. Beliau juga telah berjaya membawa kemuncak pengajian Madrasah Musawiyah di Langkat dan Sekolah Rendah Agama Islam di Rantau Kwala Simpang Aceh Tamiang. Keahlian beliau dalam bidang al-Qur’an dan fikah merupakan legenda sehingga zaman ini.Tidak seperti kebanyakan ulama yang lain di zamanya, Syeikh Muim tidak hanya aktif di sekitar masjid atau madrasahnya sahaja, malah aktif dalam bidang kegiatan kemasyarakatan.Semoga Allah (s.w.t) membalas segala jasa dan pengorbanan Syeikh Muim sepanjang hayatnya dalam usaha menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat.

Beliau telah mewakafkan dirinya dalam jalan dakwah dan melakukan perkara yang tidak mampu dilakukan oleh sebahagian besar ulama yang sezaman dengannya. Mengharungi liku-liku hidup selaku pejuang agama yang mempunyai keikhlasan sejati.Demikian pembacaan penulis terhadap usaha dan karya Syeikh Muim ini. Segala yang kami tuangkan dalam tulisan ini adalah merupakan sebuah pandangan sederhana yang ingin berpihak kepada kebenaran dan menjauhi dari sikap berat sebelah. Apapun hasilnya, Allah (s.w.t) maha tahu terhadap mereka yang tulus membela agama-Nya dan Dia maha tahu pahala apa yang layak diberikan-Nya.

Sumber Rujukan:
1.)http://tarekatqodiriyah.wordpress.com

Tuan Syekh Zainuddin ROKAN - Tanahputih Tanjung Melawan


Tuan Syekh Zainuddin mengembangkan tarekat Naqshabandiyah di Tanahputih. Hidupnya kurang lebih sezaman dengan Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan, bahkan keduanya berkerabat dekat setelah anaknya yang bernama Maryam menikah dengan Tuan Guru Besilam tersebut. Tuan Syekh Zainuddin juga belajar tarekat di Jabal Abi Qubis Mekah, kemudian beramal sendiri. Doa-doanya sering makbul, sehingga beliau tidak hanya dikenal, berwibawa, dan dihormati di kampung-kampung sekitar Tanahputih, tapi juga ke hilir dan ke hulu sungai Rokan (sampai ke Pasir Pengarayan).

Makam tuan Syekh Zainuddin terletak di Tanahputih Tanjung melawan bersebelahan dengan masjid raya Tanah Putih Tanjung Melawan (masjid raya An-Nur). Di makam tersebut terdapat Tempayan atau orang tanah putih panggil
(TAKE) yang berisi air yang tak habis-habis walaupun sering diambil oleh para peziarah makam tersebut, konon air tersebut dipercayai dapat menyambuhkan pelbagai penyakit. Sampai saat ini makam Tuan Syekh Zainuddin masih ramai diziarahi orang dari berbagai penjuru, terutama pada hari Jumaat dan pada hari-hari kebesaran Islam..